Orang Tua yang Lurus dalam Aqidah dan Syariah bagian I
Ustadz
Dudy
Kajian
TI
“Tidaklah
setiap anak yang lahir kecuali dilahirkan dalam keadaan fitrah. Maka kedua
orangtuanya lah yang akan menjadikannya sebagai Yahudi, Nasrani, atau Majusi.
Seperti hewan melahirkan anaknya yang sempurna, apakah kalian melihat dirinya
bunting (pada telinga)?”
HR.
Bukhari dan Muslim
Dari hadist di atas kita dapat
menyerap suatu hikmah yang sangat luar biasa, yaitu betapa besar peran orangtua
dalam menentukan keselamatan dunia akhirat bagi anak-anaknya. Dimana di awal
kelahiran seorang manusia, orangtuanyalah yang dapat menentukan kemana seorang
anak akan memeluk agama yang akan dia peluk. Kita patut bersyukur sebagai
seorang anak yang dilahirkan dari orangtua yang beragama islam, karena dengan
demikian kita telah memeluk satu-satunya agama yang diridhai oleh Allah Ta’ala.
Lantas bagaimana sikap kita sebagai
orangtua dapat meluruskan tauhid dan mengkokohkan syariat agar dapat mendidik
anak-anak kita menjadi anak yang shaleh dan shalehah serta memegang erat agama
islam disertai selalu menjalankan syariatnya.
Sebelum kita menjalankan dan
mengajarkan akidah dan syariat yang lurus, maka seyogyanya kita mengetahui apa
dan bagaimana hubungan antara keduanya, lalu setelah itu kita lanjutkan untuk
menerapkannya dalam pendidikan kita terhadap anak-anak kita.
A. Akidah
dan Syariah Islam
Islam tidak bisa terlepas dari akidah dan syariah.
Akidah sendiri merupakan suatu pandangan yang menuntut keimanan sejak awal,
sebelum segala sesuatu, keimanan tanpa keraguan dan juga tanpa kecurigaan.
Sementara istilah syariah dalam konteks kajian hukum islam lebih menggambarkan
kumpulan norma-norma hukum yang merupakan hasil dari proses tasyri’.
Adapun dalam segi istilah, Syeikh
Mahmud Syaltut mendefinisikan syari’ah sebagai “Ketentuan-ketentuan yang
ditetapkan oleh Allah Ta’ala atau hasil pemahaman atas dasar ketentuan
tersebut, untuk dijadikan pegangan oleh umat manusia baik dalam hubungannya
dengan Tuhan, dengan umat manusia lainnya, muslim dengan non muslim, dengan
alam, maupun hubungannya dengan kehidupan”.
Dari definisi di atas kita dapat
mengabil kesimpulan bahwasanya ada dua sisi amal yaitu sisi amal ibadah (amal
untuk mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala) dan mu’amalah (amal bersama sesame
manusia untuk saling memberikan manfaat dan menolak kemudharotan).
Pengertian dari Syeikh Mahmud
Syaltut ini dapat mewakili tiga dimensi aspek hukum dalam syari’ah, yaitu
ketentuan-ketentuan yang diturunkan dan ditetapkan oleh Allah Ta’ala, dan
rasulNya, serta norma-norma hukum hasil kajian para ulama mujtahid dengan
metodelogi istinbathnya, serta aspek hukum yang berkaitan dengan alam dan
lingkungan social.
Al-Qur’an mengibaratkan akidah
sebagai iman dan syari’ah sebagai amal saleh. Tidak mungkin islam hanya syari’ah
saja, keduanya tidak bisa berdiri sendiri satu sama lain. Akidah bagaikan
pondasi yang mana syari’ah dibangun di atasnyyyaaa, syari’ah merupakan
konsekuensi dari mengikuti akidah.
Syeikh Mahmud Syaltut mengatakaaan
“Orang yang beriman dengan persoalan-persoalan akidah tapi menyia-nyiakan
akidah; bukan seorang Muslim di sisi Allah, tidak pula dihukumi sebagai Islam
yang menyelamatkan”.
Namun, kita juga jangan sampai
melupakan satu aspek ajaran islam yang lain, yaitu akhlak karena Nabi Muhammad
Shallahu’alaihi Wasallam sendiri diutus kepada seluruh umat manusia adalah
untuk menanamkan nilai akhlak budi pekerti yang luhur.
Apabila kita analogikan secara
sederhana mungkin kita akan membuat tahapan ajaran Islam yaitu pertama kali
beriman, lalu beramal sesuai syari’ah, lalu kita akan memiliki akhlak yang
mulia atau ihsan. Jadi, akhlak merupakan syari’ah seorang muslim.
Ihsan merupakan puncak kesempurnaan
dari iman dan islam. Orang yang telah sempurna keimanan dan keislamannya akan
mencapai suatu keadaan dimana ia dapat melakukan ibadah kepada Allah
seakan-akan melihatNya, dan apabila ia tidak dapat melihat Allah, dia yakin
bahwasanya Allah selalu melihatnya. Ihsan dapat menimbulkan amal sholeh dan
menjauhkan orang dari perbuatan-perbuatan buruk. Imam An-Nawawi menegaskan
bahwa ihsan merupakan jawami’u kalim, yaitu suatu ungkapan yang mencangkup
tujuan dari hakikat iman dan islam.
Comments
Post a Comment